23/06/18

Cintaku Tak Terbalas



Berkali-kali kulihat jam tanganku. Ah … Pukul 06.47. 13 menit lagi bel masuk berbunyi. Aku sedang menunggu seseorang. Tapi, seseorang yang ku tunggu itu tak kunjung datang. Kemana dia? Tak ada kabar. Resah aku menunggunya. Takut sesuatu terjadi padanya.

Kirana yang sedang ku tunggu, pujaan hatiku, bidadari dalam mimpiku yang tak dapat aku miliki. Karena hatinya bukanlah untukku, tapi untuk orang lain, Dendy Saputra pujaan hatinya.

“Beny, tunggu siapa? Kirana ya? Dia sakit, ini ada titipan surat. Satu untukmu dan satu untuk kelas.” Tiba-tiba seseorang membuyarkan kegelisahanku sesaat. Tetangga dekat rumah Kirana yang juga satu sekolah denganku.

Aku menerima surat itu seraya tersenyum. “Terimakasih.” Segera ku buka surat Kirana yang khusus untukku.

Dear Beny, My Friend
Salam sahabat…
Beny. Aku hari ini tak dapat mengikuti pelajaran seperti biasanya. Jika ada tugas, aku minta tolong beritahu aku ya..
Temanku yang baik, satu lagi aku minta tolong padamu. Tolong beritahu Dandy aku sakit. Maaf aku tak bisa datang ke pesta ulangtahunnya.
Salam manis, Kirana Lestari

Aku terdiam sesaat setelah membaca akhir surat Kirana. Ada senang dan ada sedih di sini. Senang karena mendapatkan surat dari sang Kirana. Namun aku sedih karena di surat itu sang Kirana masih menyebut nama Dandy, pujaan hatinya.

Bel tanda masuk berbunyi. Masih dalam diam aku memasuki ruang kelas dengan hampa. Keriuhan anak-anak kelas sudah terasa. Beberapa kursi yang tadinya masih kosong kini telah terisi. Tak lama kemudian guru mata pelajaran yang akan mengajar datang. Pelajaran pertama dimulai.

Pulang sekolah. Aku berniat untuk menjenguk sang bidadari mimpiku. Ku kayuh sepedaku menuju rumah sang Kirana. Panas saat itu. mungkin panas ini akibat pemanas global yang sedang melanda dunia.

Tak beberapa jauh dari rumah sang Kirana, aku melihat sebuah motor Yamaha Zupiter MX yang aku hafal plat nomornya. Plat nomor motor yang selalu mengantar-jemput sang Kirana ke sekolah. Plat nomor yang sering kulihat membawa sang Kirana pergi kemanapun ia inginkan. Lebih tepatnya plat nomor itu adalah plat nomor motor Dandy.

Tak sampai aku ke istana megah sang Kirana. Aku memutar balikkan stang sepedaku dan berniat untuk langsung pulang.

Sakit sebenarnya hati ini. Remuk sekali. Orang yang aku sayangi sedang terbaring lemah di tempat tidur dan di sampingnya telah ada pujaan hatinya yang aku tahu itu bukanlah diriku. Pujaan hati yang mungkin membuatnya bahagia, yang dapat selalu memeluknya, selalu menjaganya, bukan aku yang hanya teman dekatnya, tak lebih.

Mungkin hanya do’a salah satu cara aku menjaganya dari jauh, bidadari mimpiku. Aku ingin dia tahu, aku orang yang selalu setia menunggunya, aku orang yang selalu mendoa’akannya setiap aku terbangun dan aku akan tertidur. Dia orang yang pertama kali ku pandangi wajahnya setiap aku terbangun dari tidur, meskipun yang aku pandangi hanya foto dirinya saja.

Oh Tuhan, betapa malang nasibku ini. Cintaku bertepuk sebelah tangan.
Kadangkala aku bercerita pada kupu-kupu kecil yang selalu datang setiap sore ke taman halaman rumahku. Aku bercerita tentang bidadari mimpiku. Aku bercerita tentang kisah sepiku tanpa sang Kirana, pujaan hatiku.
Aku berjanji, jika nanti ku miliki sang bidadari mimpiku itu aku takkan pernah melepaskannya. Akan ku bahagiakan dia. Akan ku buat hidupnya sempurna bersamaku. Tapi itu hanyalah mimpi karena dia takkan mencintaiku.

Tak ada gunanya pula aku mencintainya, dia takkan mencintaiku karena dia tak mencintaiku, dan karena dia juga telah bersama Dandy, orang yang dia cintai. Tak apalah dia bersama orang lain. Melihatnya bahagia pun sudah lebih dari cukup bagiku..

Bahagiamu adalah bahagiaku juga. Sakitmu adalah sakitku juga. Kau akan tetap menjadi bidadari mimpiku, selamanya..

“Dalam mimpi kau seutuhnya milikku. Tapi kenyataannya kau bukan milikku seutuhnya! Kirana Lestari..”

Disqus Comments